Sabtu, 11 Februari 2017

MAKALAH
ILMU SOSIAL DASAR


WARGA NEGARA DAN NEGARA

Untuk memenuhi salah satu tugas
Mata kuliah ilmu sosial dasar
Nama dosen : Edi Fakhri



Disusun Oleh :


          Nama     :     Fitri Wabula
       NPM      :     52416895
 Kelas     :     1IA18
                                                             


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS GUNADARMA
2017





DAFTAR ISI


                                                                                                                      Halaman
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..i
BAB   I   PENDAHULUAN…………………………………………………...4
1.1    Latar Belakang………………………………………..……….4
1.2     Rumusan Masalah……………………………………..………4
1.3     Tujuan Pembahasan……………………………….………..…4
BAB   II  PEMBAHASAN…………………………………………….…….…5
                2.1    Hukum, Negara Dan Pemerintahan……………………...……5
                         2.1.1    Hukum……………………………………….………..5 
                                      2.1.1.1    Ciri-ciri dan sifat hukum………….…..……5
                                      2.1.1.2    Sumber-sumber hukum…………….………6
                                      2.1.1.3    Pembagian hukum………………………….6
                         2.1.2    Negara………………………………………………..11
                                      2.1.2.1 Sifat-sifat negara…………………………….11
                                      2.1.2.2 Bentuk negara………………….……………12
                                      2.1.2.3 Unsur-unsur negara…………………………15
                         2.1.3    Pemerintah……………………………….………..…22
                 2.2    Warga negara dan negara……………………………………24
BAB  III  PENUTUP………………………………………….……………….31
                3.1    Kesimpulan…………………………………………….…….31
                3.2    Saran……………………………………....…………………31
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………..…...………ii




KATA PENGANTAR


                    
      Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang warga negara dan negara. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Edi Fakhri selaku Dosen mata kuliah Ilmu Sosial Dasar yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
       
        Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai warga negara dan negara. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
       
        Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya   laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

                                                             
Bekasi , 10 February 2017
                                                                                                                    Penyusun
                                                                                                                  Fitri Wabula





BAB I
PENDAHULUAN


           
1.1    Latar Belakang

         Latar belakang warganegara dan negara perlu dikaji lebih jauh, mengingat demokrasi yang ingin ditegakkan adalah demokrasi berdasarkan Pancasila. Aspek yang terkandung dalam demokrasi Pancasila antara lain ialah adanya kaidah yang mengikat Negara dan warganegara dalam bertindak dan menyelenggarakan hak dan kewajiban serta wewenangnya. Secara material ialah mengakui harkat dan marabat manusia sebagai mahluk Tuhan, yang menghendaki pemerintahan untuk membahagiakannya, dan memanusiakan waganegara dalam masyarakat Negara dan masyarakat bangsa-bangsa. Pada waktu sebelum terbentuknya Negara, setiap individu mempunyai kebebasan penuh utnuk melaksanakan keinginannya. Dalam keadaan dimana manusia di dunia masih sedikit hal ini isa berlangsung tetapi dengan makin banyaknya manusia berarti akan semakin sering terjadi persinggungan dan bentrokan antara individu satu dengan lainnya. Akibatnya seperti kata Thomas  Hobbes (1642) manusia seperti serigala terhadap manusia lainnya (homo hominilopus) berlaku hukum rimba yaitu adanya penindasan yang kuat terhadap yang lemah masing-masing merasa ketakutan dan merasa tidak aman di dalam kehidupannya. Pada saat itulah manusia merasakan perlunya ada suatu kekuasaan yang mengatur kehidupan individu-individu pada suatu Negara    


1.2    Rumusan Masalah

       Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat di uraikan rumusan masalah sebagai berikut:

         1. Apa yang dimaksud dengan hukum, negara dan pemerintahan?

       2. Apa unsur penting suatu negara?

       3. Apa hak dan kewajiban warga negara indonesia?


1.3    Maksud dan Tujuan 

1.      Menjelaskan pengertian hukum, negara dan pemerintahan

2.      Mengetahui apa unsur penting suatu negara

3.      Memahami hak dan kewajiban warga negara indonesia




BAB II
PEMBAHASAN



2.1 HUKUM, NEGARA DAN PEMERINTAHAN


2.1.1 HUKUM
         
         Sukar kiranya untuk memberikan suatu definisi tentang hukum. Beberapa perumusan yang ada, masing-masing menonjolkan segi tertentu dari hukum. Didalam bukunya “Pengantar Dalam Hukum Indonesia”, Utrecht memberikan batasan hukum sebagai himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah atau larangan-larangan) yang mengurus tata tertib dalam masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu.
         
          Selain Utrecht beberapa Sarjana Hukum Indonesia lainnya telah pula merumuskan definisi hukum. Diantaranya adalah JCT. Simorangkir SH. Dan Woerjono Sastropranoto SH. Yang mendefinisikan hukum sebagai peraturan-peraturan yang memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran nama terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan hukum tertentu.


2.1.1.1 Ciri-ciri dan Sifat Hukum

         Agar dapat mengenal hukum lebih jelas, maka kita perlu mengenal ciri dan sifat dari hukum itu sendiri.

Ciri hukum adalah :

-    Adanya perintah atau larangan

-    Perintah atau larangan itu harus dipatuhi setiap orang.

         Agar tata tertib dalam masyarakat dapat dilaksanakan san tetap terpelihara dengan baik, perlu ada peraturan yang mengatur dan memaksa tata tertib itu Untuk ditaati yang disebut kaidah hukum. Dan kepada barang siapa yang melanggar baik disengaja atau tidak, dapat dikenai sangsi yang berupa hukuman.
         
         Akan tetapi ternyata tidak setiap orang mau menaati kaidah hukum tersebut, oleh karena itu agar peraturan hidup itu benar-benar dilaksanakan dan ditaati, maka perlu dilengkapi dengan unsur memaksa. Dengan demikian hukum mempunyai sifat mengatur dan memaksa. Sehingga hukum menjadi peraturan hidup yang dapat memaksa orang untuk menaati serta dapat memberikan sangsi tegas tehadap setiap orang yang tidak mau mematuhinya.


2.1.1.2 Sumber-sumber Hukum
         
            Ialah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kakuatan yang mamaksa, yang kalau dilanggar dapat mengakibatkan sangsi yang tegas dan nyata.
         
             Sumber Hukum material dapat kita tinjau lagi dari berbagai sudut, misalnya dari sudut politik, sejarah, ekonomi, dan lain-lain.
        
            Sedangkan sumber hukum formal antara lain ialah :

1)      Undang-undang (Statute)
            Ialah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuasaan hukum yang mengikat,
            diadakan, dan dipelihara oleh penguasa negara.

2)      Kebiasaan (Costum)
            Ialah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang 
            sama dan diterima oleh masyarakat. Sehingga tindakan yang berlawanan 
             dianggap sebagai pelanggaran perasaan hukum.

3)      Keputusan-keputusan hakim (Yurispudensi)
            Ialah keputusan hakim terdahulu yang sering dijadikan dasar keputusan hakim 
             kemudian mengenai masalah yang sama.

4)      Traktat (Treaty)
      Ialah perjanjian antara dua orang atau lebih mengenai sesuatu hal, sehingga 
       masing-masing pihak yang bersangkutan terikat dengan isi perjanjian tersebut.

5)      Pendapat Sarjana Hukum
            Ialah pendapat para sarjana yang sering dikutip para hakim dalam 
            menyelesaikan suatu masalah.


2.1.1.3 Pembagian Hukum

1)      Menurut “sumbernya” hukum dibagi dalam :

-       Hukum Undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam 
       peraturan perundang-undangan

-       Hukum kebiasaan, yaitu hukum yang terletak pada kebiasaan (adat).  
                            
-       Hukum Traktat, ialah Hukum yang ditetapkan oleh negara-negara dalam 
       suatu perjanjian antar negara.

-       Hukum Yurispudensi, yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim

2)      Menurut “bentuknya” hukum dibagi dalam :

-       Hukum tertulis, yang terbagi lagi atas :

-       Hukum tertulis yang dikodifikasikan ialah hukum tertulis yang telah 
       dibukukan jenis-jenisnya dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.

-       Hukum tertulis tak dikodifikasikan

-       Hukum tak tertulis

3)      Menurut “tempat berlakunya” hukum dibagi dalam :

-       Hukum Nasional ialah hukum dalam suatu negara.

-       Hukum Internasional ialah hukum yang mengatur hubungan internasional

-       Hukum Asing ialah hukum dalam negara lain

-       Hukum Gereja ialah norma gereja yang ditetapkan untuk anggota-anggotanya

4)      Menurut “waktu berlakunya” hukum dibagi dalam :

-       Ius Constitutum (hukum positif) ialah hukum yang berlaku sekarang bagi suatu
masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu.

-       Ius Constituendum ialah hukum yangdiharapkan akan berlaku di waktu yang akan datang.

-       Hukum Asasi (hukum alam) ialaha hukum yang berlaku dalam segala bangsa didunia.

5)      Menurut “cara mempertahankannya” dibagi dalam :

-       Hukum Material ialah hukum yang memuat peraturan yang mengatur 
      kepentingan dan hubungan yang berwujud perintah-perintah dan 
      larangan-larangan. Contoh : Hukum Perdata, dan lain-lain. Oleh karena itu, bila 
      kita berbicara Hukum Pindana atau Perdata, maka yang dimaksud adalah 
      Hukum Pidana atau Perdata Material
.
-       Hukum Formal (Hukum Proses atau Hukum Acara) ialah hukum yang memuat 
      peraturan yang mengatur bagaimana cara-cara melaksanakan dan 
      mempertahankan hukum material atau peraturan yang mengatur 
      bagaiman cara-caranya mengajukan suatu perkara ke muka pengadilan 
      dan bagaimana caranya hakim memberi keputusan. Contoh : Hukum Acara 
      Pidana dan Hukum Acara Perdata.

6)      Menurut “sifatnya” hukum dibagi dalam :

-       Hukum yang memaksa ialah hukum yang dalam keadaan bagaimana harus dan
            mempunyai paksaan mutlak.

-       Hukum yangmengatur (pelengkap) ialah hukum yang dapat 
      dikesampingkan. Apabila pihak yang bersangkutan telah membuat 
       peraturan sendiri dalam perjanjian.

7)      Menurut “wujudnya” hukum dibagi dalam :

-       Hukum Obyekif ialah hukum dalam suatu negara yang berlaku umum dan tidak mengenai orang atau golongan tertentu

-       Hukum Subyektif ialah hukum yang timbul dari hubungan obyektif dan 
       berlaku terhadap sesorang atau lebih, kedua jenis hukum ini jarang digunakan.

8)      Menurut “isinya” hukum dibagi dalam:

-       Hukum privat(Hukum Sipil) ialah hukum yang mengatur hubungan antara 
      orang yang satu dengan yang lainnya, dan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan.

-       Hukum Publik (Hukum Negara) ialah hukum yang mengatur hubungan 
      antara negara dan alat perlengkapan atau negara dengan warganegaranya.

Negara sebagai organisasi dalam suatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan dan warganegaranya. Serta menetapkan cara-cara dan batas-batas sampai dimana kekuasaan dapat digunakan dalam kehidupan bersama. Baik oleh warga negara, golongan atau oleh negara sendiri. Oleh karena itu negara mempunyai da tugas pokok:

1)      Mengatur dan mengendalikan gejala-gejala kekuasaan asosial, artinya bertentangan 
      satu sama lain supaya tidak menjadi antagonisme yang membahayakan.

2)      Mengorganisir dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan –golongan ke arah  tercapainya tujuan-tujuan dari masyarakat seluruh atau tujuan sosial.

             Pengendalian ini dilakukan berdasarkan sistem hukum dan dengan perantara pemerintah beserta lembaga-lembaganya. Kekuasaan negara mempunyai organisasi yang teratur dan paling kuat. Oleh karena itu semua golongan atau asosiasi yang memperjuangkan kekuasaan harus dapat menetapkan diri dalam rangka ini. Pentingnya sistem hukum ini sebagai perlindungan, bagi kepentingan-kepentingan yang telah melindungi kaidah agama, kaidah kesusilaan, dan kaidah kesopanan. Meskipun kaidah-kaidah tersebut ikut berusaha menyelenggarakan dan perlindungan kepentingan orang dalam masyarakat, tetapi belum cukup kuat untuk melindunginya mengingat mengingat terhadap kepentingan-kepentingan yang tidak teratur. Bahkan berarti kepentingan warga masyarakat tidak terpenuhi oleh kaidah adam, kesusilaan dan kesopanan, tetapi tidak cukup terlindungi atau terjamin. Sebab mungkin saja terlaksana dengan kaidah tersebut, untuk melindungi lebih jauh kepentingan yang telah dilindungi kaidah-kaidah tadi perlu sistem hukum. Hukum yang mengatur kehidupan masyarakat dan nyata berlaku dalam masyarakat disebut hukum positif. Istilah hukum positif dimaksud untuk menandai “differentie” dan hukum terhadap kaidah-kaidah lain dalam masyarakat, tampil lebih jelas, tegas dan didukung oleh perlengkapan yang cukup agar diikuti anggota masyarakat. Sebagai atribut positif ini adalah : pertama, bukalah kaidah sosial yang mengambang atau tidak jelas bentuk dan tujuannya. Sehingga dibutuhkan lembaga khusus yang bertujuan merumuskan dengan jelas tujuan yang hendak dicapai oleh hukum. Kedua, dibutuhkan staf (personalia) yang menjaga berlakunya hukum, seperti posisi, kejaksaan dan pengadilan.
         
         Sifat dan peraturan hukum tersebut adalah memaksa dan menghendaki tujuan yang lebih dalam, pengertian memaksa bukanlah senantiasa dipaksakan apabila tindakan sewenang-wenang. Sebab hukum itu sebagai kongkretisasi daripada sistem nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat, yang perlu mempertimbangkan tiga hal yaitu : sistem norma, sebagai sistem kontrol dan sebagai sistem engineering(pemegang kekuasaan memelopori proses pengkaidahannya). Sehingga hukum diartikan sebagai serumpunan peraturan yang bersifat memaksa yang diadakan untuk melindungi kepentingan-kepentingan orang dalam masyarakat.
         
         Hukum tidak lain hanyalah merupakan sarana bagi pemerintahan atas tangan-tangan yang berkuasa untuk mengerahkan cara berpikir dan bertindak dalam rangka kebijakan tujuan nasional. Dalam kediriannya secara intern tidak ada sangkut paut dengan “kaidah” dan “kebenaran” dalam makna dan hakiki yang sebenarnya, dalam rangka konseptualisasi hukum selalu berpihak, selalu berwarna dan memang yang terpancang dalam kamus hukum hanya dirasakan dan dialami, bermakna dan berwujud relatif serta karakter dari sosial, budaya, struktural dan agama sekalipun.
        
           Agar masyarakat siap memakai hukum positif,perlu mempelajari manajemen hukum dan kultur hukum. Sebab sistem hukum terurai dalam tiga komponen yaitu : (1) substansi, (2) struktur dan (3) kultur. Manajemen hukum memikirkan bagaimana mendayagunakan sumber daya dalam masyarkat untuk mengatur masyarkat melalui hukum. Kulutr hukum adalah nilai dan sikap dalam masyarakat mengenai hukum.
         
          Untuk menganalisa lebih tajam apa sebenranya hukum, maknanya, peranannya, dampaknya dalam proses interaksi dalam masyarkat, perlu dipelajari 10 aspek penganalisa yaitu :

      1)      Jangan mengidentifikasikan “hukum” dengan “kebenaran keadilan” .

2)      Tidak dengan sendirinya harus adil dan benar.

3)      Hukum tetap mengabdikan diri untuk menjamin kegiatan masa sistem 
      dan bentuk pemerintahan.

4)      Meskipun mengandung unsur keadilan atau kebaikan tidak selamanya 
      disambut dengan tangan terbuka.

5)       Hukum dapat diidentifikasikan dengan kekuatan atau kekuasaan.

6)       Macam-macam hukum terlalu dipukulratakan.

7)      Jangan apriori bahwa hukum adat lebih baik dari hukum tertulis.

8)      Jangan mencampur-adukkan sebstansi hukum dengan cara atau proses 
      sampai terbentuk dasar diundangkannya hukum.

9)      Jangan mencampur-adukkan “law in activis” dengan “law in books” dari
       aparat penegak hukum.

10)    Jangan menganggap sama aspek terjang penegak hukum dengan hukum.

         Oleh karena itu hukum tidak dapat dipahami tanpa memperhatikan faktor sosial budaya dan struktur negara, dan masyarakat tidak mungkin bermakna dan berada tanpa hukum, mulai bayi sampai dewasa, menikah dan meninggal. Dunia perlu ketentuan perundang-undangan yang mengaturnya, bahkan “masuk surga” sekalipun.
         
         Bagi masyarakat modern atau masyarakat primitf, hukum akan selalu berfungsi, sebab hukum dapat diartikan sebagai hukum tertulis dan tidak terulis, tidak tertulisnya hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan tidak mengurangi keberadaan dan kehadiran hukum. Hanya bentuk, perwujudan dan penampilannya yang tidak dapat dibayangkan seperti pada masyarakat sekarang.
         
         Apakah hukum itu dalam embrionya bertumbuh dari cara (usage) menuju kekebiasaan (folk-ways), terus ke kelakuan (costum) untuk kemudian ke hukum adat, dan entah dari tahap mana dan kapan hukum tertulis menampakkan diri. Dalam menganalisa adanya pencampur-adukan menganalisir hukum sampai diungkapkannya hukum. Perlu dimiliki pengetahuan sosial, budaya dan struktur masyarakat indonesia serta melepaskan diri dari prasangka atau praduga tak bersalah.
         
          Dalam pemahaman sosiologis, hadirnya hukum adalah untuk diikuti atau dilanggar. Tetapi ada perilaku yang tidak sepenuhnya digolongkan kepada mematuhi hukum atau melanggar hukum yaitu penyimpanan sosial. Penyimpanan sosial lebih luas dari pada pelanggaran hukum, yaitu perbuatan yang tidak sesuai dengan kaiah yang ada sebagai unsur yang membentuk tatanan sosial. Penyimpangan sosial tidak segera mempunyai arti pelanggaran hukum, dapat pula mengandung arti suatu penafsiran terhadap kaidah hukum yang formal. Hukum sebagai kerangka luar, lebih banyak memuat stereotip perbuatan daripada deskripsi mengenai perbuatan itu sendiri:  akan berhadapan dengan tatanan didalam daripada kehidupan sosial yang lebih substansial sifatnya, sehingga orang cenderung untuk memberikan penafsirannya sendiri terhadap hukum, dan yang demikian lalu hanya berfungsi sebagai pedoman saja. Penafsiran itu membuat hukum menjadi terang terhadap keadaan konkrit dalam masyarakat. Antara penyimpangan sosial  dan hukum terdapat hubungan yang erat, dimana hukum diminta bantuan untuk mencegah dan menindak terjadinya penyimpangan. Ancaman pidana terhadap pencurian, pembunuhan, penggelapan dan sebagainya adalah contoh-contoh dari pengangkatan perilaku sosial yang menyimpang kedalam hukum. Tetapi tidak semua bentuk penyimpangan sosial dapat diangkat menjadi hukum. Sebab ada persyaratan minimum etis, artinya ada ambang batas bagi pencantumannya ke dalam hukum seperti perilaku kebenaran pada anak-anak muda. Akhirnya, dapatlah dikatakan mudah untuk menilai hukum, perlu waktu panjang, bertahap dan hukum ingin memanusiakan manusia itu sendiri.


2.1.2 NEGARA

         Negara merupakan alat dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan manusia dalam masyarakat.

          Oleh karena itu, sebagai organisasi, negara dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan kekuasaa serta dapat menetapkan tujuan hidup bersama. Dengan perkataan lain, negara mempunyai 2 tugas utama, yaitu :

1)      Mengatur dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat yang bertentangan satu sama lainnya.

2)      Mengatur dan menyatukan kegiatan manusia dan golongan untuk menciptakan tujuan bersama yan disesuaikan dan diarahkan pada tujuan negara.
      Dengan demikian, sebagai organisasi, negara mempunyai kekuasaan 
      yang paling kuat dan teratur.


2.1.2.1 Sifat-Sifat Negara

         Sebagai organisasi kekuasaan tertinggi, negara mempunyai sifat khusus yang tidak melekat pada organisasi lain. Sifat tersebut melekat pada negara karena penjelmaan (Manifestasi) dari kedaulatan yang dimiliki. Adapun sifat tersebut adalah :

1)      Sifat memaksa, artinya negara mempunyai kekuasaan untuk menggunakan kekerasan fisik secara ilegal agar tercapai ketertiban dalam masyarakat dan mencegah timbulnya anarkhi.

2)      Sifat monopoli, artinya negara mempunyai hak kuasa tunggal dalam menetapkan tujuan bersama dari masyarakat.

3)      Sifat mencakup semua, artinya semua peraturan perundang-undangan mengenai semua orang tanpa kecuali.


2.1.2.2 Bentuk Negara

         Dari erat tidaknya serta sifat hubungan suatu negara kedalam maupun keluar, dapat kita bedakan antara bentuk negara dan bentuk kenegaraan. Disebut bentuk negara jika hubungan suatu negara ke dalam (dengan daerah-daerahnya) maupun ke luar (dengan negara lain) ikatannya merupakan suatu negara. Sedang bentuk kenegaraan ialah jika hubungan ke dalam maupun ke luarnya, ikatannya merupakan suatu negara.

         Dalam teori modern sekarang ini, bentuk negara yang terpenting adalah :
Negara kesatuan dan negara serikat.

1)      Negara Kesatuan (Unitarisme)

         Adalah suatu negara yang merdeka dan berdaulat, dimana kekuasaan untuk mengurus seluruh  pemerintah dalam negara itu berada pada pusat.

Ada 2 macam bentuk negara kesatuan, yaitu :

(a)    Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi. Di dalam sistem ini, segala sesuatu dalam negara  langsung diatur dan diurus pemerintah pusat.
 Dengan kata lain, pemerintah pusat memegang seluruh kekuasaan dalam negara.

 Keuntungannya :

-           Adanya peraturan yang sama di seluruh negara.

-            Penghasilan daerah dapat digunakan untuk keperluan seluruh negara .

  Kerugiannya :

-            Menumpuknya pekerjaan dipemerintah pusat, terlambatnya 
        putusan-putusan dari pusat.

-            Kepuusan sering tidak cocok dengan keadaan daerah .

-             Rakyat kurang mendapat kesempatan untuk turut serta dan 
        bertanggung jawab terhadap daerah

(b)   Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi.

Di dalam sistem ini, daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
       
2)      Negara Serikat ( negara Federasi)

Adalah negara yang terjadi dari penggabungan beberapa negara yang semula berdiri sendiri sebagai negara yang merdeka, berdaulat, ke dalam suatu ikatan kerjasama yang efektif untuk melaksanakan urusan secara bersama. Setelah menggabungkan diri, masing-masing negara itu melepaskan sebagian kekuasaan dan menyerahkan kepada NegaraFederalnya. Kekuasaan yang diserahkan disebut secara satu persatu (liminatif) dan hanya kekuasaan yang disebut itulah yang diserahkan. Dengan demikian kekuasaan asli ada pada negara bagian. Dan biasanya yang diserahkan dalah urusan luar negeri, pertahanan negara dan keuangan.


      Perbedaan antara Negara kesatuan yang didesentralisir dengan negara serikat:

Negara Kesatuan yang                                           Negara Serikat
Didesentralisir 


                                                    Asal Usulnya :


Ada negara kesatuan dahulu                                   Ada negara bagian terlebih
            Baru kemudian dibentuk daerah                             dahulu, baru membentuk
            otonom                                                                    negara serikat


Kewenangan membuat UUD


Hanya ada satu pembuat                                          Ada 2 pembuat UUD yaitu
            UUD yaitu pemerintah pusat                                   Pemerintah Federal dan
                                                                                             Pemerintah Negara bagian.                   
                                                                                             Sehingga ada 2 UUD yang
                                                                                             Berlaku


                                                  Sumber Wewenang


Pemerintah pusat yang didis-                                  Pemerintah Negara Bagian
            Tribusikan kepada daerah otonom                          yang dikontribusikan pada      
                                                                                              Pemerintah Federal


Sedang bentuk kenegaraan yang kita kenal dewasa ini ialah :

(1)   Negara Dominion

Bentuk ini khusus hanya terdapat dalam lingkungan ketatanegaraan kerajaan inggris. Negara dominion semua adalah jajahan inggris, tetapi setelah merdeka tetap mengakui Raja Inggris sebagai rajanya. Negara-negara dominion tergabung dalam suatu gabungan yang bernama “The British Commonwealth Of Nations”.

(2)   Negara Uni

Adalah gabungan dari  atau beberapa negara yang mempunyai seorang kepala negara.

Ada dua negara Uni, yaitu :

-       Uni Riil, ialah apabila dua atau beberapa negara berdasarkan suatu perjanjian, mengadakan suatu alat pemerintahan untuk menyelengarakan kepentingan bersama.

-       Uni Personil, ialah apabila dua atau beberapa negara secara kebetulan mempunyai seorang Kepala Negara yang sama.


(3)   Negara Protektorat

Ialah suatu negara yang berada di bawah perlindungan negara lain. Perlindungan ini umumnya adalah turut campurnya negara pelindung dalam urusan Luar Negeri


2.1.2.3 Unsur-Unsur Negara

        Untuk dapat dikatakan sebagai suatu negara, negara harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

(1)   Harus ada wilayah

(2)   Harus ada rakyatnya

(3)   Harus ada pemerintahnya

(4)   Harus ada tujuannya

(5)   Mempunyai kedaulatan


Ad.1. Harus ada wilayah

       Setiap negara mesti mempunyai suatu wilayah tertentu. Wilayah ini terdiri dari wilayah daratan, wilayah perairan (yang ditentukan perjanjian) dan wilayah udara (di atas darat dan lautan).

        Batas-batas wilayah suatu negara ditentukan dalam perjanjian dengan negara lain. Perjanjian itu disebut perjanjian antar negara (Internasional). Apabila oleh banyak negara disebut perjanjian Multilateral.

Ad.2. Harus ada rakyatnya

      Yang termasuk suatu negara adalah semua orang yang ada di dalam wilayah negara. Dengan demikian rakyat suatu negara dapat terdiri dari berbagai macam golongan. Namun demikian, setiap orang yang ada dalam wilayah negara itu harus patuh kepada hukum dan pemerintah negara tersebut.

Tentang rakyat ini akan diuraikan tersendiri dalam uraian warganegara.

Ad.3. Harus ada pemerintahannya

      Sebagai suatu organisasi, maka negara harus mempunyai badan yang berhak mengatur dan berwenang merumuskan serta melaksanakan peraturan yang mengikat warganya, yang disebut pemeritah.

Tentang pemerintah ini selanjutnya akan diuraikan tersendiri.

Ad.4. Harus ada tujuan

      Bahwasanya negara itu mempunyai tujuan adalah merupakan hal yang jelas. Bahkan tujuan negara itu merupakan suatu hal yang sangat penting, karena segala sesuatu dalam negara itu akan diarahkan untuk mencapai apa yang menjadi tujuan tersebut. Atas dapat pula dikatakan bahwa negara itu merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan bersama dari anggota-anggotanya.

Adapun tujuan negara itu bermacam-macam diantaranya adalah untuk :

(a)    Perluasan kekuasaan semata

Negara yang mempunyai tujuan perluasan kekuasaan semata disebut Negara Kekuasaan.

Ajaran ini memberikan suatu anggapan bahwa kekuasaan itu berarti kebenaran. Di dalam mencapai tujuan ini, maka negara dan rakyat dipisahkan dengan tegas. Rakyat hanya merupakan alat dan menjadi korban belaka.

Tokohnya : Machiavelli dan Shang Yang.

(b)   Perluasan kekuasaan untuk mencapai tujuan lain

Tujuan lain dari perluasan kekuasaan adalah untuk megatur keamanan dan ketertiban negara.

Walaupun nanti dalam prakteknya keadaan negara tidak berbeda dengan Negara Kekuasaan. Dengan perluasaan kekuasaan negara, maka kebebasan dan kemerdekaan rakyat menjadi terbatas. Hal ini karena semua lapangan kehidupan diawali, dijaga dan dicampuri oleh alat-alat kekuasaan negara. Sehingga negara dengan tujuan ini disebut juga Negara Kepolisian.

(c)    Penyelenggaraan ketertiban hukum

Disini negara mempunyai tujuan ketertiban hukum dengan berdasarkan dan berpedoman pada hukum. Dalam hal ini pemerintah hanya menjaga jangan sampai ketertiban itu terganggu, dan agar segala sesuatunya berjalan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu negara ini disebut Negara Hukum.

(d)   Penyelenggaraan kesejahteraan umum

Walaupun kalau kita lihat, tujuan negara hukum adalah juga untuk kesejahteraan umum, tetapi negara yang bertujuan menyelenggarakan kesejahteraan umum yang disebut Negara

Kesejahteraan (Welfare State) ini ternyata lebih tegas merumuskan daripada negara hukum.

Dalam negara kesejahteraan, negara hanyalah merupakan alat dari manusia untuk mencapai tujuan bersama.

Tujuan Negara Republik Indonesia

            Walaupun ada beberapa teori tujuan negara, namun yang menjadi tujuan dari pemerintah Negara Republik Indonesia adal sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 aliena 4 : “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara indonesia yang melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ...”.

(a)    Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darahinonesia,

      berarti bahwa Negara Indonesia tidak mengadakan pembedaan terhadap suku, 
      agama, ras dan golongan dalam membawa rakyatnya ke arah tujuan yang dicita-citakan.

(b)   Memajukan kesejahteraan umum

Ini berarti bahwa negara republik indonesia menghendaki agar semua warga dapat mengenyam kesejahteraan, bukan hanya dinikmati oleh beberapa orang atau segolongan orang tertentu saja.

(c)    Mencerdaskan kehidupan bangsa

Kemajuan dunia dewasa ini menyadarkan usaha pemerintah indonesia untuk lebih mempergiat usaha dalam lapangan pendidikan

(d)   Ikut melaksanakan ketertiban dunia.

Sejak indonesia mencapai kemerdekaannya, maka tidak henti-hentinya pemerintah dan bangsa indonesia membantu perjuangan bangsa-bangsa yang dijajah. Disamping itu juga turut berusaha dengan aktif meredakan ketegangan dunia yang mengancam ketertiban dan perdamaian

Ad.5. Mempunyai Kedaulatan/Kemerdekaan

      Kedaulatan merupakan unsur penting dalam suatu negara, karena kedaulatan ini yang akan membedakan organisasi ngara dan organisasi/perkumpulan lainnya.

      Kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi. Oleh karena itu negara mempunyai kekuasaan tertinggi untuk memaksa rakyatnya menaati dan melaksanakan peraturan-peraturannya (kedaulatan kedalam).

      Disamping itu, negara juga harus mempertahankan kemerdekaannya yang telah dimiliki serta mempertahankan kedaulatan keluar (external sovereighnity). Untuk itu negara menuntut kesetiaan mutlak dari warganya.

(a)   Sifat-Sifat Kedaulatan

(1)   Permanen

Artinya walau badan yang memegang kedaulatan itu berganti, kedaulatan negara masih tetap ada. Kedaulatan hanya akan lenyap bersama dengan lenyapnya negara.

(2)   Absolut

Artinya didalam negara tidak ada kekuasaan yang lebih tinggi dari kekuasaan negara.

(3)   Tidak terbagi-bagi

Walaupun kekuasaan pemerintah memang dapa dibagi-bagi, tetapi kekuasaan 
 tertinggi dari negara tetap tidak dapat dibagi-bagi.

(4)   Tidak terbatas

Berarti kedaulatan suatu negara itu meliputi setiap orang dan setiap golongan yang ada dalam suatu negara tanpa terkecuali.

(b)   Sumber Kedaulatan

(1)   Teori Kedaulatan Tuhan

Menurut teori ini segala sesuatu yang ada di dunia ini berasal dari Tuhan, maka terbentuknya negara pun atas kehendak tuhan. Oleh karena itu pemerintah wajib menggunakan kedaulatan tersebut sesuai dengan kehendak Tuhan.

(2)   Teori Kedaulatan Rakyat

Teori  ini menyatakan bahwa negara terbentuk karena sekelompok manusia yang semula hidup sendiri-sendiri dan mengadakan perjanjian untuk membentuk suatu badan yang diserahi kekuasaan menyelenggarakan ketertiban dalam masyarakat. Jadi bila masyarakat tunduk kepada pemerintah, sebenarnya masyarakat tunduk kepada kemauannya sendiri/kemauan umum. Dengan kata lain, pemerintah diberi kekuasaan oleh rakyat yang berdaulat itu, dan pemerintah melakukan itu atas nama rakyat.

Tokoh : Rousseau, john locke,montesquieu.

(3)   Teori Kedaulatan Negara

Teori ini menagatakan bahwa negara terjadi karena kodrat alam, demikian pula kekuasaan yang ada. Karena itu kedaulatan dianggap ada sejak adanya/ 
lahirnya negara. Sehinggga, negaralah yang dianggap sumber kedaulatan. 
Hukum ada karena dikehendaki negara, oleh karena itu negara tidak dapat dibatasi 
 hukum karena hukum adalah hasil buatan negara sendiri.

Tokoh : Jellineck, paul laband.

(4)   Teori Kedaulatan Hukum

Teori ini merupakan kebalikan teori kedaulatan negara. Teori ini menganggap bahwa kedudukan dan martabat hukum lebih tinggi dari negara. Dengan demikian hukumlah yang berdaulat. Karena arti hukum tidak hanya terbatas pada peraturan-peraturan tertulis saja, tetapi juga segala kebiasaan yang ditaati masyarakat.

         Sampai sekarang tidak ada kesepakatan diantara para ahli sendiri tentang apa arti sebenarnya daripada hukum. Hal ini dapat dimengerti, bila disadari masyarakat. Purnadi purbacaraka dan soerjono soekanto mencoba menghimpun berbagai pengertian yang dibenarkan oleh masyarakat terhadap hukum, dengan hasil sebagai berikut :

1)      Hukum sebagai ilmu pengetahuan, yakni pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran.

2)      Hukum sebagai disiplin, yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi.

3)      Hukum sebagai kaidah, yakni pedoman atau patokan sikap tindak atau perilaku yang pantas atau diharapkan.

4)      Hukum sebagai tata hukum, yakni struktur dan proses perangkat kaidah-kaidah hukum yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu serta berbentuk tertulis.

5)      Hukum sebagai petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan penegakan hukum (law-enforcement of ficer)

6)      Hukum sebagai keputusan penguasa, yakni hasil proses diskresi yang menyangkut “…decision-making not strictly governd by legal rules, but rather with significant element of personal judgement” (Wayne Laa Favre, 1964) oleh karena itu yang dimaksud dengan diskreksi adalah “authority conferred by law to act in certain conside red judgement and conscience. It is an ide of morals, belong in to the twilight zone between law and morals (Rescoe Pounds, 1960).

7)      Hukum sebagai proses pemerintah, yaitu proses sehubungan timbal balik antara unsur-unsur pokok dari sistem kenegaraan. Artinya, hukum dianggap sebagai “a command or prohibition emanating from the authorized agency of the state… and backed up by the authority and the capacity to exercise force which is characteristic of the state (Henry Patt, et.al., 1976). Dengan demikian yang dimaksud dengan hukum adalah” … the normative live of a state and its citizens, such as legislation, litigation, and adjudication (Donald Black, 1976).

8)      Hukum sebagai sikap – tindak konsisten atau perikelakuan yang teratur, yaitu perikelakuan yang diulang-ulang dengan cara yang sama, yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.

9)      Hukum sebagai jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan dari konsepsi-konsepsi abstark tentang apa yang dianggap baik dan buruk (G. Duncan Mitchell: 1977).

            Pentingnya mengadakan identifikasi terhadap berbagai arti hukum adalah untuk mencegah terjadinya kesimpangsiuran di dalam melakukan studi terhadap hukum, maupun didalam penerapannya.

           Lagi pula arti hukum pada suatu kurun waktu tertentu tidak akan lepas dari pemikiran-pemikiran lain yang hidup pada zaman tersebut. Terutama sekali, hukum mempunyai hubungan yang erat dengan negara, sehingga setiap telaah terhadap negara akan ikut menentukan tentang apa yang dimaksud dengan hukum. Sedangkan pandangan terhadap hukum dan negara berkaitan erat dengan pemikiran tentang semua gejala yang ada, yaitu suatu sistem filsafat tertetu.

          Pendapat para sarjana mengenai hubungan antar negara dan hukum pada garis besarnya dapat disederhanakan dalam tiga pendapat :

a)   Bahwa negara lebih tinggi daripada hukum, ini merupakan pandangan yang bersumber pada teori absolutisme negara.

b)      Negara, sebenarnya adalah identik atau sama dengan hukum, ini adalah pandangan yang menolak setiap dualisme antara negara dan hukum, dan

c)   Negara harus tunduk pada hukum, pendapat ini dikemukakan oleh penganut teori kedaulatan hukum.

Salah seorang diantara berpendapat bahwa negara mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada hukum adalah puchta, murid seorang pemikir terkenal dibidang hukum bernama Friedrick Von Savigny. Savigny berpendapat bahwa hukum tumbuh bersama pertumbuhan bangsa(rakyat), menjadi kuat bersama dengan kekuatan bangsa dan akhirnya mati(punah) ketika suatu bangsa kehilangan kebangsaan . puchta menerima pendapat gurunya bahwa hukum bersumber dari jiwa bangsa(volkgeist).lebih jauh lagi puchta berpendapat bahwa hukum timbul dari jiwa bangsa secara langsung dalam pelaksanaannya (dalam adat-istiadat orang-orang); secara tidak langsung hukum timbul dari jiwa bangsa melalui undang-undang (yang dibentuk oleh negara) dan melalui ilmu pengetahuan hukum ( yang dibentuk oleh negara) dan melalui ilmu pengetahuan hukum(yang merupakan ahli-ahli hukum). Keyakinan hukum yang hidup jiwa bangsa harus disahkan melalui kehendak umum masyarakat yang terorganisasi dalam negara. Bahkan adat-istiadat bangsa maupun hasil pemikiran ahli-ahli hukum hanya berlaku sebagai hukum sesudah disahkan oleh negara dan positivisme yuridis. Pandangan puchta ini senada dengan pendapat Theodor Geiger, yang menelaah hukum melalui teori-teori sosiologi. Geiger berpendapat bahkan satu-satunya hukum yang berlaku adalah hukum yang berasal dari negara.

          Hans Kelsen, yang mencoba untuk menyusun suatu teori murni tentang hukum, menolak pendangan dualisme terhadap negara dan hukum. Menurut pendapatnya hukum dan negara adalah identik, karena negara tidak lain daripada sistem sikap tindak manusia dan ketaatan dari paksaan sosial. Ketaatan pemaksa ini tidak beda dengan tata hukum, karena dalam masyarakat hanya ada satu, dan bukan dua ketaatan pemaksa yang sah pada satu waktu. Jadi negara tidak lebih tinggi daripada hukum, karena bila demikian berarti pendewaan terhadap negara dan hukum tidak lebih tinggi dari negara, seperti pendapat penganut aliran hukum alam yang ditentang oleh Kelsen.

         Di atas sudah diuraikan bahwa Krabbe berpendapat, rakyat mentaati peraturan negara bukan karena paksaan(oleh kekuasaan) negara, tetapi karena mereka memiliki kesadaran hukum. Kesadaran hukum rakyatlah yang merupakan sumber kekuasaan negara. Dengan demikian negara bukanlah pemegang kedaulatan tertinggi karena negara pun harus juga tunduk kepada hukum. Jadi dalam menjalankan kebijaksanaan, negara terikat pada norma –norma keadilan. Teori kedaulatan hukum inilah yang menjiwai prinsip negara hukum. Negara hukum dalam arti sempit, yakni negara hukum liberal, ditandai dengan dua ciri :

1)      Adanya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.

2)      Pemisahan kekuasaan, antara kekuasaan eksekuti, legislatif, dan yudikatif.

                   Negara hukum dalam arti formal, lebih luas daripada negara hukum liberal, mengandung empat unsur sebagai berikut :

1)      Perlindungan terhadap hak asasi manusia.


2)      Pemisahan kekuasan

3)      Setiap tindakan pemerintahan harus didasarkan pada undang-undang

4)      Adanya peradilan administrasi yang berdiri sendiri, untuk aparat pemerintah yang melanggar batas-batas kewenangannya.

                 A.V.Dicey juga mengembangkan teori kedaulatan hukum di inggris yang sedikit berbeda dengan prinsip negara hukum yang berkembang di eropa kontinental. Menurut sistem Anglo Saxon, dikenal the rule of law yang memiliki tiga unsur :

1)  supremasi dari hukum, artinya bahwa yang mempunyai kekuasaan tertinggi 
     dalam negara hukum (kedaulatan hukum).

2) persamaan kedudukan di depan hukum bagi setiap orang .

3) konstitusi bukan merupakan (satu-satunya) sumber bagi hak-hak asasi manusia. 
    Jika hak-hak asasi manusia dirumuskan dalam konstitusi, hal ini hanya 
     sebagai penegasan bahkan hak asasi tersebut harus dilindungi.


2.1.3 PEMERINTAH

         Pemerintah merupakan salah satu unsur penting dari pada negara. Tanpa pemerintah, maka negara tidak ada yang mengatur. Karena pemerintah merupakan roda negara, maka tidak akan mungkin ada suatu negara tanpa pemerintah.

         Dalam pengertian umumnya sering dicampuradukkan pengertian pemerintah dan pemerintahan, seakan-akan keduanya adalah sama. Padahal jelas keduanya berbeda.

         Untuk membedakan kedua istilah tersebut, maka istilah tersebut harus kita bedakan dalam arti luas dan dalam arti sempit.

          Pemerintah dalam arti luas :

-         Segala kegiatan atau usaha yang terorganisir, bersumber pada kedaulatan dan berlandaskan dasar negara, mengenai rakyat/penduduk dan wilayah (negara itu) demi tercapainya tujuan negara.

-         Segala tugas, kewenangan, kewajiban negara yang harus dilaksanakan menurut dasar-dasar tertentu (suatu negara) demi tercapainya tujuan negara.

Kalau kita mengikuti pemisahan montesquieu, maka meliputi bidang ligislatif, eksekutif, yudikatif. Kalau kita mengikuti Vollenhoven maka meliputi bidang wetgeving, rechtspraak, politie, bestuur.

Pemerintah dalam arti sempit

-    Kalau kita mengikuti Montesquieu, maka hanyalah tugas, kewajiban dan kekuasaan negara di bidang eksekutif.

-    Kalau kita mengikuti Vollenhoven, kekuasaan negara di bidang bestuur.

Mengikuti pengertian pemerintah dalam arti luas dan sempit tersebut, maka :

Pemerintah dalam arti luas :

         Adalah menunjuk kepada alat perlengkapan negara seluruhnya (aparatur negara) sebagai badan yang melaksanakan seluruh tugas/kekuasaan negara atau melaksanakan pemerintahan dalam arti luas.

Pemerintah dalam arti sempit :

         Adalah hanya merujuk kepada alat perlengkapan negara yang melaksanaka pemerintahan dalam arti sempit.

         Di dalam penjelasan UUD 1945 disebutkan dengan tegas, bahwa presiden adalah penyelenggara pemerintahan tertinggi di bawah majelis (MPR adalah pemegang kekuasaan tertinggi). Hal ini berarti bahwa presiden bertanggung jawab dan berkuasa menjalankan pemerintahan negara. Untuk itu presiden menunjuk para menteri sebagai pembantunya. Para menteri ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap presiden dalam menentukan politik negara mengenai departemennya. Presiden dan para menteri inilah pemerintah dalam arti sempit.

            Walaupun demikian, teori, Montesquieu mengenai pemisahan kekuasaan ini tidak sepenuhnya dianut indonesia. Karena teori ini mengajarkan bahwa masing-masing bidang kekuasaan ini berdiri sendiri-sendiri dan tidak mencampuri urusan bidang lainnya. Sedangkan menurut UUD 1945, indonesia menganut sistem pembagian kekuasaan (bukan pemisahan), sehingga dapat terjadi satu bidang tugas dilakukan oleh lebih dari satu alat perlengkapan negara. Atau sebaliknya, satu alat perlengkapan negara melaksanakan lebih dar satu bidang tugas.


2.2 WARGA NEGARA DAN NEGARA

         Unsur penting suatu negara yang lain adalah rakyat. Tanpa rakyat, maka negara itu hanya ada dalam angan-angan. Termasuk rakyat suatu negara adalah meliputi semua orang yang bertempat tinggal di dalam wilayah kekuasaan

Negara tersebut dan tunduk pada kekuasaan negara tersebut. Dalam hubungan ini rakyat diartikan sebagai kumpulan manusia yang dipersatukan oleh suatu rasa persatuan dan yang bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu.

         Menurut Kansil, orang-orang yang beradadalm wilayah suatu negara itu dapat dibedakan menjadi :

a.        Penduduk ialah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh peraturan negara yang bersangkutan, diperkenankan mempunyai tempat tinggal pokok (domisili) dalam wilayah negara itu.

Penduduk ini dapat dibedakan menjadi 2 lagi, yaitu :

1)      Penduduk Warga Negara atau Warga Negara adalah penduduk yang sepenuhnya dapat diatur oleh pemerintah negara tersebut dan mengakui pemerintahannya sendiri.

2)      Penduduk Bukan Warga Negara atau Orang Asing adalah penduduk yang bukan warga negara

b.   Bukan Penduduk ialah mereka yang berada dalam wilayah suatu negara untuk sementara waktu dan yang tidak bermaksud bertempat tinggal di wilayah negara tersebut.

1)   Asas Kewarganegaraan

Adapun untuk menentukan siapa-siapa yang menjadi warganegara, digunakan 2 kriteria, yaitu :

(a)    Kriterium kelahiran menurut asas keibubapaan atau disebut pula “Ius Sanguinis”. Di dalam asas ini, seorang memperoleh kewarganegaraan suatu negara berdasarkan asas kewarganegaraan orang tuanya, dimanapun ia dilahirkan.

(b)   Kriterium kelahiran menurut asas tempat kelahiran atau “Ius Soli”. Di dalam asas ini, seseorang memperoleh kewarganegaraannya berdasarkan negara tempat dimana dia dilahirkan, meskipun orang tuanya bukan warga negara dari negara tersebut.

Kedua prinsip kewarganegaraan ini digunakan secara berasama dengan mengutamakan salah satu, tetapi meniadakan yang satu. Konflik antara Ius Soli dan Ius Sanguinis akan menyebabkan terjadinya kewarganegaraan Rangkap (bipatride) atau tidak mempunyai kewarganegaraan sama sekali (a-patride).
Berhubungan dengan itu, maka untuk menentukan kewarganegaraan seseorang digunakan 2 stelsel kewarganegaraan (disamping kedua asas di atas ) yaitu stelsel aktif dan stelsel pasif.
Pelaksanaan kedua stelsel ini kita bedakan dalam

-                        Hak opsi, yaitu hak untuk memilih kewarganegaraan (pelaksanaan 
             stelsel aktif).

-                       Hak repudiasi, ialah hak untuk menolah kewarganegaraan (pelaksanaan 
             stelsel pasif).

          (2)    Naturalisasi atau pewarganegaraan, adalah suatu proses hukum 
                   yang menyebabkan seseorang dengan syarat-syarat tertentu mempunyai 
                   kewarganegaraan lain.
  
         Di indonesia, siapa-siapa yang menjadi warganegara telah disebutkan di dalam pasal 26 UUD 1945, yaitu :

(1) Yang menjadi warganegara ialah orang-orang bangsa indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.

(2)  Syarat-syarat mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan undang-undang.

Pelaksanaan selanjutnya dari pasal 26 UUD 1945 ini diatur dalam UU nomor 62 tahun 1958 tentang kewarganegaraan Republik Indonesia, yang pasal 1-nya menyebutkan :

Warga negara Republik Indonesia ialah :

a.       Orang-orang yang berdasarkan perundang-undangan dan/atau perjanjian-perjanjian dan/atau peraturan-peraturan yang berlaku sejak proklamasi 17 agustus 1945 sudah warga negara Republik Indonesia.

b.      Orang yang pada waktu lahirnya mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya, seorang warga negara RI, dengan pengertian bahwa kewarganegaraan karena RI tersebut dimulai sejak adanya hubungan hukum kekeluargaan ini diadakan sebelum orang itu berumur 18 tahun atau belum ia kawin pada usia di bawah umur 18 tahun.

c.       Anak yang lahir dalam 300 hari setelah ayahnya meninggal dunia, apabila ayah itu pada waktu meninggal dunia warga negara RI.

d.      Orang yang pada waktu lahirnya ibunya warga negara RI, apabila ia pada waktu itu tidak mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya.

e.       Orang yang pada waktu lahirnya ibunya warga negara RI, jika ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau selama tidak diketahui kewarganegaraan ayahnya.

f.       Orang yang lahir di dalam wilayah RI selama kedua orang tuanya tidak diketahui.

g.      Seseorang yang diketemukan di dalam wilayah RI selama tidak diketahui kedua orang tuanya.

h.      Orang yang lahir di dalam wilayah RI, jika kedua orang tuanya tidak mempunyai kewarganegaraan atau selama kewarganegaraan kedua orang tuanya tidak diketahui.

i.        Orang yang lahir di dalam wilayah RI yang pada waktu lahirnya tidak mendapat kewarganegaraan ayah atau ibunya dan selama ia tidak mendapat kewarganegaraan ayah atau ibunya itu.

j.        Orang yang mempunyai kewarganegaraan RI menurut aturan undang-undang ini.

           Selanjutnya di dalam penjelasan umum UU No.62 tahu 1958 ini dikatakan bahwa    kewarganegaraan RI diperoleh :

a.       Karena kelahiran

b.      Karena pengangkatan

c.       Karena dikebulkan permohonan

d.      Kerana pewarganegaraan

e.       Karena atau sebagai akibat dari perkawinan

f.       Karena turut ayah/ibunya

g.      Karena pernyataan.

Selanjutnya di dalam penjelasan pasal 1 UU Nomor 62 tahun 1958 disebutkan :

b,c,d dan e :

sudah selayaknya keturunan warga negara RI adalah WNI. Sebagaimana telah diterapkan diatas dalam Bab I huruf a yang menentukan status anak ialah ayahnya. Apabila tidak ada hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya atau apabila ayah tidak mempunyai kewarganegaraan ataupun selama tidak diketahui kewarganegaraannya, maka barulah ibunya yang menentukan status anak itu.
Hubungan hukum kekeluargaan antara ibundan anak selalu ada, kalau ayahnya mengadakan hukum secara yuridis. Anak baru turut kewarganegaraan ayahnya, setelah ayah itu mengadakan hubungan hukum kekeluargaan dan apabila hukum itu diadakan setelah anak itu menjadi dewasa, maka ia tidak turut kewarganegaraan ayahnya.

f,g dan h :

menjalankan ius soli supaya orang-orang yang lahir di indonesia tidak ada yang tanpa kewarganegaraan.

2)      Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia

Apabila kita melihat pasal-pasal dalam UUD 1945, maka akan dapat kita temukan beberapa ketentuan tentang hak-hak warga negara, misalnya pendidikan, pertahanan dan kesejahteraan sosial.

Pasal 27 (2)   :   Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang   
                          
                          layak bagi kemanusiaan.

Pasal 30 (1)   :   Tiap-tiap warga negar berhak… ikut serta dalam usaha pembelaan        

                           negara.

Pasal 31 (1)   :   Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran.
                         
                          Selain pasal-pasal yang menyebutkan hak warga negara maka terdapat    

                           pula beberapa pasal yang menyebutkan tentang kemerdekaan warga

                           negara :

Pasal 27 (1)   :   Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
                           
                           pemerintahan…(hak memilih dan dipilih).

Pasal 29 (2)   :   Negara menjamin kewarganegaraan tiap-tiap penduduk untuk memeluk 
                          agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan 
                           kepercayaan itu (hak untuk beragama dan beribadat menurut kepercayaan
                            masig-masing, selama agama dan kepercayaan itu diakui pemerintah).

Pasal 28        :    kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan
                           lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan 
                          undang-undang. (hak bersama dan mengeluarkan pendapat).

        Di samping itu dua ketentuan dengan tegas menyebutkan tentang kewajiban warga negara :

Pasal 27 (1)    :   segala warga negara wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu 
                           dengan tidak ada kecualinya.

Pasal 30 (1)    :   Tiap-tiap warga negara wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.
                            Pembedaan penduduk suatu negara menjadi warga negara dan orang 
                            asing tersebut, pada hakikatnya adalah untuk membedakan 
                          “hak dan kewajiban” nya saja.

         Orang asing di Indonesia tidak mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana warga negara Indonesia. Mereka tidak mempunyai hak untuk memilih dan dipilih, hak dan kewajiban mempertahankan dan membela negara, namun mereka mempunyai kewajiban untuk tunduk dan patuh pada peraturan, dan berhak mendapatkan perlindungan atas diri dan harta bendanya.

         Walaupun hak dan kewajiban warga negara di dalam UUD 1945 hanya dirumuskan dalam beberapa pasal saja, namun semuanya telah disebut diatas hal-hal pokok. Ini sesuai dengan sifat UUD 1945 yang hanya mengatur hal-hal yang pokok saja.

        Karena UUD 1945 hanya mengatur hal-hal pokok, maka untuk pelaksanaan selanjutnya harus ada undang-undang yang akan menentukan lebih jauh, bagaimana hak-hak dan kewajiban tersebut di atas harus dilaksanakan. Tanpa adanya undang-undang semacam ini, maka ketentuan-ketentuan yang ada peda pembukaan, batang tubuh maupun penjelasan UUD 1945 akan kehilangan artinya dan hanya tinggal merupakan rangkaian huruf-huruf mati saja.

         Sebagai contoh pasal 28 mengatur tentang kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat dengan tulisan dan lisan. Ketiga hak ini adalah suatu negara demokrasi. Kebebasan berserikat tidak akan ada artinya bila tidak ada hak untuk mengeluarkan pendapat. Dalam UUD sendiri telah disebutkan bahwa hal tersebut harus diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Sebagai pelaksanaan hak atas kebebasan berserikat, pemertintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat telah menyusun Undang-Undang Nomor 3 tahun 1975. Sedangkan kebebasan-kebebasan lain yang juga diatur pada pasal 23 sampai sekarang belum diatur lebih jauh, sehingga sering menimbulkan berbagai penafsiran. Kebebasan berserikat tersebut terutama adalah kebebasan untuk mendirikan partai politik. Pengakuan terhadap partai tersebut oleh pemerintah tidak boleh sama sekali dikaitkan dengan program partai tersebut apakah mendukung program pemerintah atau tidak. Jadi suatu partai politik bebas untuk menentukan sikapnya, apakah akan menjadi pendukung setia atau akan beroposisi terhadap pemerintah.

         Kebebasan ini berarti pula bahwa pemeritah sama sekali tidak memiliki hak untuk melarang berdirinya suatu partai politik baru, karena larangan semacam ini jelas bertentangan dengan asas kebebasan berserikat yang dijamin oleh pasal 28 tersebut. Jadi sesuai dengan tingakatan/ hierarki perundang-undangan, suatu undang-undang isinya tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dasar yang yang kedudukannya lebih tinggi, dan menjadi sumber badi undang-undang tersebut. Tentu saja ada pembatasan bahwa partai yang didirikan harus tidak bertentangan dengan nilai dmokrasi yang justru terkandung dalam pasal 28 UUD 1945.

        Pasal 27 ayat 1 menetapkan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum ini. Ini berarti bahwa tidak ada warga negara yang memiliki hak lebih banyak atau lebih sedikit daripada warga negara berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Karena itu pemerintah berkewajiban untuk menyediakan lapangan kerja baru dengan syarat-syarat yang sesuai dengan kemanusiaan.

         Pasal 29 ayat 2 menyebutkan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing, dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya.”penduduk” yang dimaksud disini adalah siapa saja yang berdomisili di wilayah Indonesia, baik ia warga negara ataupun orang asing. Tentu saja pasal ini harus dihubungkan dengan ayat satunya, sehingga kebebasan tersebut adalah dalam hubungannya dengan agama yang mempercayai keesaan Tuhan.
         
         Begitu pula pasal 31, 32, 33, dan 34 menjadi hak-hak terhadap pengajaran, perlindungan kultural, ekonomi dan kesejahteraan sosial.

         Jadi, meskipun ketentuan yang terdapat dalam UUD 1945 tidak terlalu banyak, tetapi karena hal-hal tersebut meliputi pokok-pokok saja yang kemudian pelaksanaannya diatur kebih lanjut dengan undang-undang, maka pengaturan tersebut sudah cukup memadai.

         Tetapi yang lebih penting lagi adalah apa yang dinyatakan dalam penjelasan UUD 1945 bahwa :

“ Yang penting adalah semangat para penyelenggara negara semangat para pemimpin pemerintahan UUD itu tidak sempurna, akan tetapi jikalau semangat para penyelenggara pemertintah baik, UUD itu tentu akan merintangi jalannya negara “Sebaliknya, meskipun dalam UUD dicantumkan perumusan hak-hak dan kewajiban warga negara yang sebanyak-banyaknya, hal tersebut akan menjadi sia-sia bila penyelenggara negaranya , para pemimpin pemerintahannya memang tidak baik, dalam arti memang tidak mempunyai itikad untuk memberi kesempatan kepada warga negara untuk menikmati hak-haknya maupun melaksanakan kewajibannya, meskipun hak-hak dan kewajiban-kewajiban tersebut jelas sudah disebutkan dengan cukup memadai dalam UUD 1945.





BAB III
PENUTUP



3.1 Kesimpulan

      Pada waktu sebelum terbentuknya Negara, setiap individu mempunyai kebebasan penuh utnuk melaksanakan keinginannya. Dalam keadaan dimana manusia di dunia masih sedikit hal ini bisa berlangsung tetapi dengan makin banyaknya manusia berarti akan semakin sering terjadi persinggungan dan bentrokan antara individu satu dengan lainnya.. Akibatnya seperti kata Thomas  Hobbes (1642) manusia seperti serigala terhadap manusia lainnya (homo hominilopus) berlaku hokum rimba yaitu adanya penindasan yang kuat terhadap yang lemah masing-masing merasa ketakutan dan merasa tidak aman di dalam kehidupannya. Pada saat itulah manusia merasakan perlunya ada suatu kekuasaan yang mengatur kehidupan individu-individu pada suatu Negara. Pengendalian ini dilakukan berdasarkan hukum dan dengan peraturan pemerintah beserta lembaga-lembaganya. Hukum yang mengatur kehidupan masyarakat dan nyata berlaku dalam masyarakat disebut hukum positif. Istilah “hukum positif” dimaksudkan untuk menandai diferensiasi, dan hukum terhadap kaidah-kaidah lain dalam masyarakat tampil lebih jelas, tegas, dan didukung oleh perlengkapan yang cukup agar diikuti anggota masyarakat.


3.2 Saran

      Masyarakat di suatu Negara seharusnya saling merangkul satu dengan yang lain, saling membantu ,saling mengingatkan untuk melakukan hal yang positif atau yang bermanfaat untuk negaranya, menghormati kepurusan dari kepala Negaranya saling menghargai pendapat atau kritikan yang sifatnya untuk membangun.








DAFTAR PUSTAKA






Quadrata, Harwantiyoko Neltje F. Katuuk. 1997. MKDU Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Gunadarma




BioInformatika

Nama : Fitri Wabula NPM : 52416895 Kelas : 4IA20